REFORMASI HUKUM DAN
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA AMANDEMEN UNDANG – UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Oleh,
Kristianus
Jimy Pratama
NIM.
02011281621147
Mata Kuliah Hukum Konstitusi ( Kelas B )
Mata Kuliah Hukum Konstitusi ( Kelas B )
Mahasiswa
Jurusan Ilmu Hukum (S1)
Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya
I.
PENDAHULUAN
Hukum
Tata Negara Indonesia[1]
dalam perspektif sejarahnya mengalami perubahan tatanan hukum yang disesuaikan
dengan kondisi bangsa Indonesia itu sendiri . Dengan kemerdekaan yang diperoleh
bangsa Indonesia tentunya memberikan kedaulatan secara penuh sebagai bangsa
untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri tanpa adanya
intervensi negara lain . Sehingga terciptalah Hukum Tata Negara Indonesia yang
memiliki jati diri bangsa sendiri. Keberadaan ketatanegaraan Indonesia semakin
menemukan jati dirinya, ketika dilakukan amandemen terhadap Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rentang tahun 1999 hingga
tahun 2002. Amandemen atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 [2]
diawali pada tahun 1999 dengan amandemen pertama atas Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
amandemen tersebut diikuti selama tiga tahun setelahnya yang melahirkan
amandemen kedua , amandemen ketiga ,dan amandemen keempat atas Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen merupakan sebuah kemajuan yang
sangat besar bagi demokrasi . Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 hasil amandemen[3]
telah memunculkan ketentuan check and
balances secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil
amandemen sendiri sudah memuat masalah – masalah Hak Asasi Manusia (HAM) secara
rinci sehingga proses amandamen Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memberikan ruang baru dalam pembaharuan Hukum Tata Negara Indonesia
sebagai bentuk utuh dari sebuah reformasi sistem hukum tata negara di Indonesia.
II.
PEMBAHASAN
Reformasi
di bidang hukum yang terjadi sejak tahun 1998 telah dilembagakan melalui
pranata perubahan UUD 1945 . Semangat perubahan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk mendorong terbangunnya struktur
ketatatanegaraan yang lebih demokratis. Perubahan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sejak reformasi telah dilakukan sebanyak empat
kali yaitu :
1. Amandemen
pertama atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999;
2. Amandemen
kedua atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000;
3. Amandemen
ketiga atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
disahkan pada tanggal 10 November 2001; dan
4. Amandemen
keempat atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.
Hasil amandemen atas Undang
– Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[4]
melahirkan bangunan kelembagaan negara yang satu sama lain dalam posisi setara
dengan saling melakukan kontrol (check
and balances) , mewujudkan supremasi hukum dan keadilan serta menjamin dan
melindungi hak asasi manusia . Kesetaraan dan ketersediaan saling kontrol
inilah merupakan pengaplikasian prinsip dari sebuah negara demokrasi dan negara
hukum. Menurut Sri Sumantri, secara umum setiap konstitusi selalu mengatur
sekurang – kurangnya tiga kelompok materi muatan yang meliputi:
1) Pengaturan
tentang hak asasi manusia (HAM);
2) Pengaturan
tentang susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental;
3) Pengaturan
tentang pembagian dan pembatasan tugas – tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental.
Dengan kata lain, bahwa
amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tersebut meliputi hampir seluruh tiga kelompok materi muatan konstitusi.
1.
Amandemen
pertama terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen
pertama terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terjadi setelah berkumandangnya tuntutan reformasi, yang diantaranya berkenaan
dengan reformasi konstitusi (constitutional
reform). Terdapat 4 hal yang menjadi dasar dari amandemen pertama terhadap
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu :[5]
(i) dimana hasil pembentukan konstitusi tersebut dilaksanakan; (ii) bagaimana
pembentukan konstitusi itu terselenggara; (iii) siapa yang melakukan
pembentukan isi konstitusi yang akan diamandemen; (iv) bagaimana membuat suatu
struktur partisipasi masyarakat dalam menjalankan konstitusi hasil amandemen .
Namun berdasarkan perubahan substansi , amandemen pertama terhadap Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfokus pada : Pertama, mengurangi atau mengendalikan
kekuasaan presiden; Kedua, hak
legislasi dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan presiden berhak
mengajukan Rancangan Undang – Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
2.
Amandemen
kedua terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen
kedua terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dilakukan pada substansi yang meliputi : (1) pemerintahan daerah; (2) wilayah
negara; (3) warganegara dan penduduk; (4) hak asasi manusia; (5) pertahanan dan
keamanan; (6) bendera , bahasa , lambang negara, dan lagu kebangsaaan; dan (7)
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak,
maupun tentang cara pengisiannya.
Pada
amandemen kedua ini , substansi mendasar yang menjadi titik tumpu adalah
dimuatnya ketentuan tentang hak asasi manusia (HAM) yang lebih luas dan dalam
bab tersendiri, yaitu Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri dari Pasal
28A hingga Pasal 28J.
Substansi
perubahan juga menyangkut keberadaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat terutama
berkaitan dengan cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan,
bahwa semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih secara langsung oleh
rakyat.
3.
Amandemen
ketiga terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen
ketiga terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
diputuskan pada Rapat Paripurna MPR-RI ke-7, tanggal 9 November 2001 melalui
Sidang Tahunan MPR-RI. Menurut Sri Sumantri,[6]
perubahan ketiga dilakukan menurut teori konstitusi, terhadap susunan
ketatanegaraan yang bersifat mendasar. Bahkan substansi penjelas yang sifatnya
normatif dimasukkan dalam batang tubuh UUD 1945.
Perubahan
substansi amandemen ketiga meliputi antara lain: (1) kedudukan dan kekuasaan
MPR; (2) eksistensi negara hukum Indonesia; (3) jabatan presiden dan wakil
presiden termasuk mekanisme pemilihan; (4) pembentukan lembaga baru dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia; (5) pengaturan tambahan bagi lembaga
Dewan Pengawas Keuangan; dan (6) pemilihan umum.
Melihat
materi perubahan ketiga terhadap UUD 1945, jelaslah bahwa perubahan ketiga ini
menyangkut substansi yang lebih mendasar . Dari perubahan ketiga ini secara
nyata dapat kita lihat, bahwa sistem pemerintahan yang dianut benar – benar
sistem pemerintahan presidensial. Ciri – ciri sistem pemerintahan presidensiil
terlihat antara lain: (1) prosedur dan mekanisme pemilihan presiden dan wakil
presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat; dan (2)
sistem pertanggungjawaban presiden dan wakil presiden atas kinerjanya, sebagai
lembaga eksekutif yang tidak lagi kepada MPR. Karena MPR tidak lagi
dimanifestasikan sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Selain
itu, pada amandemen ketiga ini juga dilakukan perubahan yang cukup mendasar
terhadap Kekuasaan Kehakiman dimana
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menetapkan, bahwa:
“Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan – badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
Mahkamah Konstitusi.”
Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan: Pertama, kekuasaan kehakman tidak dilakukan Mahkamah Agung dan
badan peradilan di bawahnya dalam keempat lingkungan peradilan, tetapi
dilakukan pula oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kedua, kedudukan Mahkamah Konstitusi setara dengan Mahkamah Agung
serta berdiri sendiri, tidak merupakan bagian dari struktur Mahkamah Agung dan
badan peradilan di bawahnya. Ketiga, Mahkamah
Agung merupakan pengadilan tertinggi dari badan peradilan di bawahnya.
4.
Amandemen
keempat terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Perubahan
keempat terhadap UUD 1945 ini merupakan perubahan terakhir yang mengkaji Pasal
37 UUD 1945 pra-amandemen yang dilakukan oleh MPR. Ada sembilan item pasal
substansial pada perubahan keempat UUD 1945, antara lain: (1) keanggotaan MPR,
(2) pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua, (3) kemungkinan presiden
dan wakil presiden berhalangan tetap, (4) tentang kewenangan presiden, (5) hal
keuangan negara dan bank sentral, (6) pendidikan dan kebudayaan, (7)
perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, (8) aturan tambahan dan aturan
peralihan, dan (9) kedudukan penjelasan UUD 1945.
Berkaitan
dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini berarti tidak ada satu pun anggota
MPR yang keberadaannya diangkat sebagaimana yang terjadi sebelum amandemen
dimana, anggota MPR yang berasal dari unsur utusan daerah dan ABRI melalui
proses pengangkatan bukan pemilihan.
Kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara terjadi perubahan yang
mendasar, dimana setiap kebijakan presiden harus mendapat persetujuan atau
sepengetahuan DPR. Dengan kata lain, perumbahan keempat ini “membatasi”
kewenangan presiden yang sebelumnya “mutlak” menjadi kewenangan dalam
pengawasan rakyat melalui wakilnya, yaitu DPR.
Berdasarkan
ketentuan – ketentuan yang terjadi pada perubahan terhadap UUD 1945 baik
langsung ataupun tidak, memberikan pengaruh terhadap sistem pemerintahan
Indonesia secara luas.
Undang
– Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca amandemen mempertegas
deklarasi negara hukum, dari yang semula hanya ada di dalam penjelasan, menjadi
bagian dari batang tubuh Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Berkaitan dengan eksistensi prinsip negara hukum tersebut, Pasal 1 Ayat
(1) dan (3) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum .
Mempertegas
prinsip negara hukum, maka prinsip negara hukum Indonesia yang tertuang dalam
amandemen UUD 1945 meliputi: Pertama,
adanya perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia dan warganegara. Hal ini
dapat kita lihat dengan dimasukkannya ketentuan tentang HAM dalam bab
tersendiri (Bab XA Pasal 28A hingga Pasal 28 J Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945). Kedua,
adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka (Pasal 24 Ayat 1 UUD 1945). Ketiga, adanya peradilan tata usaha atau
peradilan administrasi negara (Pasal 24 Ayat 2 UUD 1945).
Memperkuat
prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntunan reformasi di
bidang hukum tersebut dilakukan dengan berbagai langkah, yaitu: (1) mengadakan
penataan ulang lembaga yudikatif; (2) peningkatan kualifikasi hakim; dan (3)
penataan ulang perundang – undangan yang berlaku.
Sementara
terkait dengan keberadaan peradilan tata usaha negara (administrasi) sebagai
ciri khas negara hukum, Philipus M. Hadjon[7]
mengatakan:
Pada
hakikatnya hukum administrasi merupaka instrumen Negara Hukum. Dikaitkan dengan
konsep ini, maka ukuran atau indikasi Negara Hukum adalah berfungsinya hukum
administrasi. Sebaliknya suatu Negara bukanlah Negara Hukum In Realita apabila
hukum administrasi tidak berlaku.
Implementasi ketegasan
konsep negara hukum Indonesia, adalah sistem pemilihan umum secara langsung
oleh rakyat sehingga mereka bebas dalam menentukan sikap dan pendapatnya, dalam
pandangan Oemar Seno Adji, pemilihan umum yang bebas adalah fundamental bagi
negara hukum.[8]
Karena melalui pemilihan umum langsung, akuntabilitas anggota parlemen semakin
tinggi.
Amandemen terhadap Undang
– Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuat beberapa perubahan
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam perspektif pembagian kekuasaan ,
prinsip kesederajatan , perimbangan kekuasaan tidak bersifat primer. Sehingga
amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan paradigma baru atas perwujudan nilai – nilai konstitusi untuk
kepentingan rakyat.
BAB
III KESIMPULAN
Proses
Amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan sebuah paradigma baru atas perwujudan nilai – nilai konstitusi yang
menyesuaikan kepentingan rakyat . Dimana secara tidak langsung mengubah tata
hukum dan sistem ketatanegaraan Indonesia secara substantif seperti dimana
tertuang dalam amanat konstitusi yaitu pada pasal 1 ayat (3) Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempertegas keberadaan Negara
Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang menjalankan cita – cita reformasi
yaitu melakukan perubahan atas peraturan yang tidak sejalan dengan kepentingan
masyarakat . Seperti yang tertuang dalam poin penting perubahan dalam setiap
amandemen, seperti sebagai berikut :
1.
Amandemen
pertama terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu
: Pertama, mengurangi atau
mengendalikan kekuasaan presiden; Kedua,
hak legislasi dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan presiden
berhak mengajukan Rancangan Undang – Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
2.
Amandemen
kedua terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yaitu : (1) pemerintahan daerah; (2) wilayah negara; (3) warganegara dan
penduduk; (4) hak asasi manusia; (5) pertahanan dan keamanan; (6) bendera ,
bahasa , lambang negara, dan lagu kebangsaaan; dan (7) lembaga Dewan Perwakilan
Rakyat, khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak, maupun tentang cara
pengisiannya.
3.
Amandemen
ketiga terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yaitu : (1) kedudukan dan kekuasaan MPR; (2) eksistensi negara hukum Indonesia;
(3) jabatan presiden dan wakil presiden termasuk mekanisme pemilihan; (4)
pembentukan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia; (5)
pengaturan tambahan bagi lembaga Dewan Pengawas Keuangan; dan (6) pemilihan
umum.
4.
Amandemen
keempat terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yaitu : (1) keanggotaan MPR, (2) pemilihan presiden dan wakil presiden tahap
kedua, (3) kemungkinan presiden dan wakil presiden berhalangan tetap, (4)
tentang kewenangan presiden, (5) hal keuangan negara dan bank sentral, (6)
pendidikan dan kebudayaan, (7) perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial,
(8) aturan tambahan dan aturan peralihan, dan (9) kedudukan penjelasan UUD
1945.
DAFTAR
PUSTAKA
Referensi
Pustaka
Tutik
Titik, Triwulan . Konstruksi Hukum Tata
Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 . Jakarta : Kencana Prenada Media
Group . 2011.
Indrayana,
Denny. Indonesian Constitutional Reform
1999 – 2002 : An Evaluation of Constitution – Making In Transition . Jakarta
: Kompas Book Publishing . 2008.
Mahfud
MD, Mohammad. Perdebatan Hukum Tata
Negara Pasca Amandemen Konstitusi , Jakarta : Rajawali Pers. 2011.
Peraturan
Perundang – Undangan
Undang
– Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Referensi Jurnal
Indrayana,
Denny. “Negara Hukum Pasca-Soeharto : Transisi Menuju Demokrasi vs Korupsi, Jurnal Konstitusi , Mahkamah Konstitusi
RI Vol.1 No.1, Juli 2004,
Referensi Makalah
Sumantri,
Sri. “Kekuasaan dan Sistem Pertanggungjawaban Presiden Pasca Perubahan UUD
1945”, Makalah, Seminar Sistem
Pemerintahan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 yang diselenggarakan oleh
Depkimham bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan Kanwil
Depkimham Provinsi Jawa Timur di Surabaya pada tanggal 9-10 Juni 2004
M.Hadjon, Philipus. “Hak Asasi Manusia
dalam Perspektif Hukum Administrasi,” Makalah, Disampaikan pada Semiloka
Nasional Pemberdayaan Budaya Hukum dalam Perlindungan HAM di Indonesia
diselenggarakan oleh Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang,
tanggal 21 Juni 2004
[1]
Dr. Titik Triwulan Tutik, 2011 , Konstruksi
Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 , Jakarta : Kencana
Prenada Media Group , hlm.x
[2]
Denny Indrayana , 2008 , Indonesian
Constitutional Reform 1999 – 2002 : An Evaluation of Constitution – Making In
Transition , Jakarta : Kompas Book Publishing , hlm.xv
[3]
Mohammad Mahfud MD , 2011 , Perdebatan
Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi , Jakarta : Rajawali Pers ,
hlm.xv
[5]
Denny Indrayana , Loc.cit
[6]
Sri Sumantri, “Kekuasaan dan Sistem Pertanggungjawaban Presiden Pasca Perubahan
UUD 1945”, Makalah, Seminar Sistem
Pemerintahan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 yang diselenggarakan oleh
Depkimham bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan Kanwil
Depkimham Provinsi Jawa Timur di Surabaya pada tanggal 9-10 Juni 2004 , hlm.8
[7]
Philipus M.Hadjon, “Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Hukum Administrasi,”
Makalah, Disampaikan pada Semiloka Nasional Pemberdayaan Budaya Hukum dalam
Perlindungan HAM di Indonesia diselenggarakan oleh Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro Semarang, tanggal 21 Juni 2004,hlm.1
[8]
Denny Indrayana, “Negara Hukum Pasca-Soeharto : Transisi Menuju Demokrasi vs
Korupsi, Jurnal Konstitusi , Mahkamah
Konstitusi RI Vol.1 No.1, Juli 2004, hlm.105
Komentar
Posting Komentar