Postingan

Quo Vadis Hukum Pelindungan Data Pribadi Pada Sektor Perbankan

Satjipto Rahardjo pernah mengungkapkan sebuah adagium hukum yang berbunyi bahwa “hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Satu adagium hukum populer yang relevansinya sangat tinggi apabila dikaitkan dengan perkembangan hukum di tengah disrupsi teknologi saat ini. Keadaan ini juga turut menegaskan adagium hukum populer lainnya, yaitu “het recht hink anchter de feiten aan” atau yang bermakna hukum senantiasa tertinggal dari peristiwa yang diaturnya. Relasi dua adagium ini amat erat apabila dihubungkan dengan eksistensi norma hukum di bidang teknologi sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Adapun setelah pemberlakuan UU PDP, data pribadi menjadi “jantung pengaturan” dari norma a quo . Apabila menelisik UU PDP secara lebih lanjut, tidak terdapat spesifikasi sektoral yang diatur dalam ketentuan a quo . Adapun UU PDP mengatur pelindungan data pribadi secara umum. Ditegaskan pula oleh Yosea Iskandar dalam bahasanbertajuk
Gambar
  Sinar Terang Mata Air Harapan Oleh: Kristianus Jimy Pratama Sungai merupakan bak denyut nadi kehidupan dan sumber harapan bagi setiap anggota masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitarnya. Bahkan begitu pentingnya sungai dengan kehidupan manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat beragam prosesi adat di tanah air yang dilakukan pada aliran air sungai yang menandai awal perjalanan dan akhir kehidupan dari seorang manusia. Seperti halnya saya yang lahir di Kota Palembang, ibukota Provinsi Sumatera Selatan yang begitu lekatnya dengan Sungai Musi. Apabila memandang Sungai Musi dari atas Jembatan Ampera, maka tidak dapat dipungkiri riak-riak aliran Sungai Musi begitu tenang. Riak-riak aliran Sungai Musi tersebut sejatinya tidak hanya mengalir di Kota Palembang semata, melainkan juga hingga beberapa kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Selatan. Tetapi apabila menelusuri alirannya menggunakan sampan-sampan kecil ( ‘ ketek ’ dalam Bahasa Palembang) hingga daerah hilir, ki
  Membangun (Kembali) Serambi Pejuang Pendidikan Oleh: Kristianus Jimy Pratama, S.H. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang termuat pada alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI) Tahun 1945) adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga oleh karenanya, Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ( vide ketentuan Pasal 31 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945). Sejalan dengan hal tersebut, ketentuan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menerangkan bahwa akar dari pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 adalah nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Dimana salah satu bentuk terwujudnya pendidikan nasional ya
REFORMASI HUKUM DAN SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA AMANDEMEN UNDANG – UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Oleh, Kristianus Jimy Pratama NIM. 02011281621147 Mata Kuliah Hukum Konstitusi ( Kelas B ) Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum (S1) Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya I.                    PENDAHULUAN Hukum Tata Negara Indonesia [1] dalam perspektif sejarahnya mengalami perubahan tatanan hukum yang disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia itu sendiri . Dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tentunya memberikan kedaulatan secara penuh sebagai bangsa untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri tanpa adanya intervensi negara lain . Sehingga terciptalah Hukum Tata Negara Indonesia yang memiliki jati diri bangsa sendiri. Keberadaan ketatanegaraan Indonesia semakin menemukan jati dirinya, ketika dilakukan amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rentang tahun 1999 hingga tahun 2002. Am