Sinar Terang Mata Air Harapan
Oleh: Kristianus Jimy Pratama
Sungai merupakan bak denyut nadi kehidupan dan sumber harapan
bagi setiap anggota masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitarnya. Bahkan
begitu pentingnya sungai dengan kehidupan manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa
terdapat beragam prosesi adat di tanah air yang dilakukan pada aliran air
sungai yang menandai awal perjalanan dan akhir kehidupan dari seorang manusia.
Seperti halnya saya yang lahir di Kota Palembang, ibukota Provinsi Sumatera Selatan
yang begitu lekatnya dengan Sungai Musi. Apabila memandang Sungai Musi dari
atas Jembatan Ampera, maka tidak dapat dipungkiri riak-riak aliran Sungai Musi
begitu tenang.
Riak-riak aliran Sungai Musi tersebut sejatinya tidak hanya
mengalir di Kota Palembang semata, melainkan juga hingga beberapa
kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Selatan. Tetapi apabila menelusuri
alirannya menggunakan sampan-sampan kecil (‘ketek’
dalam Bahasa Palembang) hingga daerah hilir, kita dapat melihat begitu padatnya
kota yang dijuluki Bumi Sriwijaya dewasa ini. Lampu-lampu kota dan rumah tangga
pun menjelang malam mulai menyala apabila kita memandangnya dari atas Jembatan
Ampera.
Namun meskipun demikian, tidak jarang pemadaman listrik di kala
malam secara berulang tidak pelak membuat gelap gulita sebagian wilayah di Kota
Palembang ditengah malam yang semakin larut. Seringkali terbersit semangat
Pemerintah dalam menerapkan energi terbarukan dalam pembangunan pembangkit
listrik seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang menggunakan
aliran air (sungai). Semangat tersebut semakin tegas manakala kemacetan di
jam-jam sibuk mulai terjadi dan tak pelak polusi dari kendaraan bermotor
membuat jarak pandang juga turut mengalami penurunan.
Hal-hal tersebut adalah catatan saya pada tahun 2021 ketika
Pemerintah mulai menggaungkan gerakan hijau dalam RUU Energi Baru dan
Terbarukan (RUU EBT). Hari ini di tahun 2035, semangat tersebut telah menjadi
suatu budaya hidup mulai sektor pemerintahan hingga pada masyarakat awam. Sebuah
surat kabar nasional kembali menuliskan pembangunan delapan pembangkit listrik
tenaga air untuk regional Sumatera. Dengan catatan tersebut, listrik untuk
regional Sumatera yang dihasilkan dari energi baru dan terbarukan telah
mencapai 52%. Bahkan pembangunan PLTA di Provinsi Sumatera Selatan telah
menggunakan aliran air Sungai Musi secara komprehensif.
Tidak hanya begitu masifnya pembangunan pembangkit listrik
dengan EBT di Indonesia, budaya kesadaran masyarakat meningkat begitu pesat
dalam lima belas tahun terakhir. Saat ini setiap orang dapat mengakses energi
listrik secara inklusif. Namun meskipun demikian, laporan penelitian para ahli
lingkungan hidup justru mencatat penurunan jumlah konsumsi energi listrik di
Indonesia sebesar 1% secara year to year
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Peralatan rumah tangga yang menggunakan
listrik masih dipergunakan dalam beberapa keadaan tertentu, namun inisiasi
Pemerintah lima belas tahun yang lalu untuk melakukan gerakan hidup sederhana
dan produktif (simple life) telah
membuat penggunaan listrik menjadi hanya ditujukan untuk keperluan yang
bersifat primer semata.
Bahkan tidak lagi terlihat perahu-perahu pengangkut batu bara
yang melintasi aliran Sungai Musi dewasa ini dan kondisi lingkungan di Bumi
Sriwijaya menjadi lebih sejuk. Terlebih ketika budaya bersepeda yang pernah
dilakukan oleh masyarakat pada masa pandemi, hari ini justru menjadi sebuah
budaya bagi para pekerja dan pelajar di Palembang. Tidak hanya di Palembang,
bahkan catatan jurnal internasional bereputasi turut mencatat keberhasilan
Indonesia dalam menerapkan kebijakan Pemerintah untuk melakukan dekabornisasi.
Hal ini tidak pelak salah satunya karena Pemerintah juga mengacu pada laporan
studi Institute for Essential Services Reform (IESR) yang bekerjasama dengan
Lappeenranta University of Technology (LUT) dan Agora Energiewende, berjudul
Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero
emissions by 2050 pada tahun 2021 yang menerangkan bahwa terdapat empat pilar
untuk melakukan transisi kepada sistem energi nol emisi (zero-emission energy system) yaitu renewables, electrification,
decline in fossil fuel use, dan clean
to fuels.
Tercatat hingga tahun 2035 ini, Pemerintah telah melakukan
proses non-aktif atas 60% pembangkit listrik yang berbahan bakar fosil untuk
regional Sumatera. Selain itu, Pemerintah juga telah mempersulit syarat
pembangunan pembangkit listrik tenaga fosil bagi para pengusaha. Tidak jarang
pada akhirnya para pengusaha menyerah dengan berbagai syarat tersebut dan kemudian
beralih untuk melakukan pembangunan pembangkit listik dengan pemanfaatan EBT.
Beragam kemajuan memang sudah terjadi di Indonesia perihal lingkungan hidup.
Namun meskipun demikian,
diskusi mengenai permasalahan lingkungan hidup dewasa ini juga tetap hangat.
Topik yang tengah diperbincangkan hari ini adalah terkait dengan perbaikan
lahan bekas tambang fosil dan proses alih fungsi pembangkit listrik yang
berbahan bakar fosil. Mulai dari para ahli lingkungan, mahasiswa, hingga
masyarakat awam juga turut membicarakan terkait penghapusan bahan bakar fosil
untuk pembangunan pembangkit listrik.
Bahkan topik tersebut juga diangkat sebagai topik debat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2034 ketika membahas kebijakan lingkungan hidup di Indonesia. Perdebatan tersebut bahkan turut memantik diskusi yang riuh di jagat dunia maya. Riuh itu semakin hangat ketika Indonesia ditujuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi tuan rumah diselenggarakannya Konferensi Internasional yang membahas perubahan iklim pada satu tahun setelahnya.
Oleh karena itu, saya dapat duduk pada hari ini untuk menjadi salah satu jurnalis untuk melaporkan secara langsung mengenai hari bersejarah ditandatanganinya Persetujuan Palembang (Palembang Agreement 2035) oleh para delegasi internasional dengan tujuan untuk melakukan penyempurnaan Persetujuan Paris (Paris Agreement) agar dapat mendorong perbaikan lahan bekas tambang sebagai wilayah konservasi dan pemberdayaan tanaman langka di seluruh dunia.
(Tulisan penulis dalam rangka
penyelenggaraan lomba Blog Kreatif Road To Indonesia Energy Transition Dialogue
(IETD) 2021)
Komentar
Posting Komentar